Kegalauan di Kampus
Islam adalah agama yang rahmatan lil’alamin. Lewat dakwah para Nabi dan Rasul-Nya, Allah memberi pengajaran kepada manusia, dari mulai Nabi Adam ’alaihissalam hingga Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam. Risalah Islam terus bercahaya hingga kini, dengan tetap terjaganya kitab suci Al-Quran sebagai salah satu Kitab yang diturunkan oleh Allah SWT kepada para Rasul-Nya (sebagai pedoman hidup dan pelengkap dari kitab-kitab sebelumnya). ”Dan kami telah menurunkan kitab (Al-Quran) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya.(Q.S.Al-Maidah: 48)”. Tentunya bagi muslim, posisi Al-Quran menempati pada posisi penting dalam kehidupan, yang mana didalamnya termuat hukum-hukum peraturan serta solusi setiap permasalah hidup.
Setiap muslim sudah diikat dengan peraturan syari’at Allah SWT dalam setiap kehidupannya; baik dalam aspek ibadah, aspek mua’malah, maupun aspek sosial. Keteraturan hidup seorang muslim yang diatur oleh syari’at, tentunya bukan semena-mena hanya peraturan, namun itu berupa kebaikan dan akan kembali pada pribadi masing-masing. Tidaklah Allah menetapkan sesuatu terhadap hamba-Nya melainkan pasti memiliki hikmah yang baik. Dalam Ushul Fiqih, hukum syari’at terbagi menjadi sembilan yaitu : Wajib (sesuatu apabila dikerjakan mendapat pahala, dan mendapat siksa apabila meninggalkannya) ; Mandub/Sunnah (sesuatu apabila dikerjakan mendapat pahala, dan tidak mendapat siksa apabila meninggalkannya) ; Haram (sesuatu apabila dikerjakan mendapat siksa, dan mendapat pahala apabila meninggalkannya) ; Makruh (sesuatu apabila ditinggalkan mendapat pahala, dan tidak mendapat siksa apabila dikerjakan) ; Mubah (sesuatu apabila dikerjakan maupun ditinggalkan tidak akan mendapat pahala dan dosa) ; Shohih (sesuatu yang terkumpul di dalamnya rukun dan syarat) ; Bathil (sesuatu yang di dalamnya tidak terkumpul rukun dan syarat) ; ’Azimah (hukum umum yang disyari’atkan secara mendasar untuk menjadi aturan umum bagi setiap mukallaf) ; Rukhshah (sesuatu yang dibolehkan kepada mukallaf untuk melakukannya karena uzur atau ketidakmampuannya, padahal sesuatu itu diharamkan).
Dari sekian banyaknya syari’at Islam, ada salah satu syari’at yang dikhususkan bagi para muslimah; yaitu perintah wajibnya menutup aurat, dari kepala hingga kaki. Hal ini sudah banyak diperbincangkan oleh para ulama maupun umat Islam sendiri. Perihal hukum terkait perintah berhijab sudah pasti wajib. Namun kali ini yang menjadi perbincangan ialah, fenomena muslimah berhijab yang ikut-ikutan fashion trend. Ketidaktahuan akan hukum, ataupun ketidakfahaman terhadap syari’at hijab, membuat para muslimah larut dalam propaganda setan untuk mempermainkan agama.
Setiap muslim sudah diikat dengan peraturan syari’at Allah SWT dalam setiap kehidupannya; baik dalam aspek ibadah, aspek mua’malah, maupun aspek sosial. Keteraturan hidup seorang muslim yang diatur oleh syari’at, tentunya bukan semena-mena hanya peraturan, namun itu berupa kebaikan dan akan kembali pada pribadi masing-masing. Tidaklah Allah menetapkan sesuatu terhadap hamba-Nya melainkan pasti memiliki hikmah yang baik. Dalam Ushul Fiqih, hukum syari’at terbagi menjadi sembilan yaitu : Wajib (sesuatu apabila dikerjakan mendapat pahala, dan mendapat siksa apabila meninggalkannya) ; Mandub/Sunnah (sesuatu apabila dikerjakan mendapat pahala, dan tidak mendapat siksa apabila meninggalkannya) ; Haram (sesuatu apabila dikerjakan mendapat siksa, dan mendapat pahala apabila meninggalkannya) ; Makruh (sesuatu apabila ditinggalkan mendapat pahala, dan tidak mendapat siksa apabila dikerjakan) ; Mubah (sesuatu apabila dikerjakan maupun ditinggalkan tidak akan mendapat pahala dan dosa) ; Shohih (sesuatu yang terkumpul di dalamnya rukun dan syarat) ; Bathil (sesuatu yang di dalamnya tidak terkumpul rukun dan syarat) ; ’Azimah (hukum umum yang disyari’atkan secara mendasar untuk menjadi aturan umum bagi setiap mukallaf) ; Rukhshah (sesuatu yang dibolehkan kepada mukallaf untuk melakukannya karena uzur atau ketidakmampuannya, padahal sesuatu itu diharamkan).
Dari sekian banyaknya syari’at Islam, ada salah satu syari’at yang dikhususkan bagi para muslimah; yaitu perintah wajibnya menutup aurat, dari kepala hingga kaki. Hal ini sudah banyak diperbincangkan oleh para ulama maupun umat Islam sendiri. Perihal hukum terkait perintah berhijab sudah pasti wajib. Namun kali ini yang menjadi perbincangan ialah, fenomena muslimah berhijab yang ikut-ikutan fashion trend. Ketidaktahuan akan hukum, ataupun ketidakfahaman terhadap syari’at hijab, membuat para muslimah larut dalam propaganda setan untuk mempermainkan agama.
Pada abad ini, trend fashion sedang marak digandrungi oleh sejuta umat di dunia tak terkecuali kalangan perempuan muslim. Misalnya di Indonesia, hari ini sedang trend hijab dengan model kerudung pashmina (model berhijab dari perempua-perempuan di daerah timur tengah; berupa kain yang panjang dengan ukuran yang disesuaikan kemudian di atur dan dibelitkan di atas kepala). Bagi perempuan muslim yang sedari awal sudah berhijab tentu sudah biasa, namun bagi perempuan muslim yang belum mengenakan hijab, kemudian berhijab karena mengikuti trend fashion ini yang akan diperbincangkan. Meskipun hal ini bisa menjadi jembatan hidayah bagi mereka yang belum berhijab, alasan berhijab dikarenakan ikut trend fashion serta ketidakfahaman dan ketidaktahuan akan syari’at, ini bisa disebut mempermainkan syari’at. Karena trend itu bersifat sementara, sampai datang trend baru; trend lama akan ditinggalkan. Seperti halnya trend fashion hijab pashmina ini, jika sedari awal hanya ikut trend saja, maka setelah redupnya trend pashmina, orang yang sedari awal alasan berhijab karena iku-ikutan pun seiring berjalannnya waktu mulai meninggalkan hijab kembali. Maka pentingnya memahami konteks Al-Quran secara mendalam dan menyeluruh itu penting sekali.
Kasus seperti ini juga, dijumpai pada alumnus pesantren. Dengan peraturan pesantren bagi para santriwati untuk menutup aurat dari kepala sampai kaki, dengan tanpa kesadaran wajibnya menutup aurat membuat adanya perubahan yang signifikan ketika lulus dari pesantren. Yang awalnya di pesantren menutup aurat dengan baik, kerudung yang menutup sampai dada, memakai kaus kaki, dan sebagainya; ketika lulus dari pesantren penampilan mereka berubah seolah menutup aurat itu hanyalah peraturan di pesantren saja. Ini merupakan bentuk penghinaan terhadap pesantren, seorang santri yang menghina pesantrennya dengan tidak mengamalkan pelajaran agama yang didapat di pesantren. Seyogyanya seorang santri sudah faham terhadap ajaran agamanya, menjadi agen of dakwah serta mengamalkan semua ilmu yang didapat.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Artinya: Hai Nabi!! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S:Al-Ahzab:59).
Hijab adalah identitas seorang muslimah, pembeda bagi perempuan-perempuan musyrik dan kafir. Identitas itu seharusnya dijaga dan dilindungi, jangan sampai kita hilang identitas. Maka perlunya seorang muslimah bangga terhadap identitasnya dengan berhijab, dan seharusnya tak mempermasalahkan akan hukum kewajiban mengenakannya. Belajar dan mendalami konteks Al-Quran yang menjadi pedoman utama hidup seorang muslim, kiranya sangat penting. Seorang muslim tentunya tidak akan lepas dari Al-Quran sebab ia tahu, tanpanya jalan hidup yang ia tempuh akan gelap dan tersesat. Seperti contoh kasus tadi, jangan mau terbawa arus zaman dengan ikut-ikutan trend, tapi jadilah orang yang membawa arus kebaikan. Berhati-hatilah terhadap propaganda setan beserta sekutunya, syari’at Islam harus dijunjung tinggi dan diperjuangkan dengan kita belajar mendalaminya serta mengamalkannya bahkan mendakwahkannya ke penjuru dunia.
Kasus seperti ini juga, dijumpai pada alumnus pesantren. Dengan peraturan pesantren bagi para santriwati untuk menutup aurat dari kepala sampai kaki, dengan tanpa kesadaran wajibnya menutup aurat membuat adanya perubahan yang signifikan ketika lulus dari pesantren. Yang awalnya di pesantren menutup aurat dengan baik, kerudung yang menutup sampai dada, memakai kaus kaki, dan sebagainya; ketika lulus dari pesantren penampilan mereka berubah seolah menutup aurat itu hanyalah peraturan di pesantren saja. Ini merupakan bentuk penghinaan terhadap pesantren, seorang santri yang menghina pesantrennya dengan tidak mengamalkan pelajaran agama yang didapat di pesantren. Seyogyanya seorang santri sudah faham terhadap ajaran agamanya, menjadi agen of dakwah serta mengamalkan semua ilmu yang didapat.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Artinya: Hai Nabi!! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S:Al-Ahzab:59).
Hijab adalah identitas seorang muslimah, pembeda bagi perempuan-perempuan musyrik dan kafir. Identitas itu seharusnya dijaga dan dilindungi, jangan sampai kita hilang identitas. Maka perlunya seorang muslimah bangga terhadap identitasnya dengan berhijab, dan seharusnya tak mempermasalahkan akan hukum kewajiban mengenakannya. Belajar dan mendalami konteks Al-Quran yang menjadi pedoman utama hidup seorang muslim, kiranya sangat penting. Seorang muslim tentunya tidak akan lepas dari Al-Quran sebab ia tahu, tanpanya jalan hidup yang ia tempuh akan gelap dan tersesat. Seperti contoh kasus tadi, jangan mau terbawa arus zaman dengan ikut-ikutan trend, tapi jadilah orang yang membawa arus kebaikan. Berhati-hatilah terhadap propaganda setan beserta sekutunya, syari’at Islam harus dijunjung tinggi dan diperjuangkan dengan kita belajar mendalaminya serta mengamalkannya bahkan mendakwahkannya ke penjuru dunia.
Komentar
Posting Komentar